Sabtu, 27 Agustus 2011

Taqobalallohu Minna wa Minkum


Datangnya ‘Iedul Fitri tanggal 1 Syawal 1432 H disambut dengan suka cita oleh umat Islam di Indonesia dan di berbagai penjuru dunia. ‘Iedul Fitri pada tanggal 1 Syawal akan segera tiba. sebagai wujud kesyukuran kepada Alloh atas keberhasilan dalam menunaikan ibadah puasa Ramadan satu bulan penuh. Mudik lebaran merupakan tradisi dan ritual tahunan yang biasa dilakukan oleh masyarakat muslim di Indonesia dalam rangka merayakan ‘Iedul Fitri.
Kesempatan merayakan kemenangan perjuangan yang telah diselesaikan selama bulan Ramadan umumnya sekaligus dimanfaatkan sebagai sarana untuk silaturrahim dan saling berkunjung diantara anak dengan orang tua dan antar saudara serta teman-teman. Setiap kali bertemu dengan sanak-saudara dan teman-teman, maka: “Selamat lebaran, mohon maaf lahir dan batin” merupakan ucapan yang seringkali diperdengarkan. Meskipun tidak ada yang salah dengan ucapan tersebut sebagai luapan kegembiraan atas keberhasilan menyelesaikan puasa Ramadan. Pertanyaannya, apakah ucapan tersebut sesuai dengan apa yang telah dicontohkan oleh Rasulalloh SAW?


Supaya diingat, sebagai umat muslim kita meyakini bahwa Rasulalloh merupakan contoh yang baik untuk ditiru dan diteladani tingkah laku, perbuatan dan tutur katanya. Firman Alloh di dalam Al-Qur’an menyatakan: “ Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulalloh itu suri teladan yang baik (yaitu) bagi orang yang mengharap (bertemu) Alloh dan (kebahagiaan) di hari kiamat dan dia banyak dzikir kepada Alloh.” (QS. Al-Ahzab:21).


Dalam hal menyambut ‘Iedul Fitri pun sudah selayaknya kita mencontoh perbuatan dan tutur kata yang telah dilakukan oleh Rasulalloh SAW semasa hidupnya. Di dalam salah satu hadits telah diriwayatkan dari Jalid bin Ma’daan berkata Jalid, bertemu aku pada Watsilah bin Al-Asqo’ di dalam hari raya, maka berkata aku “Taqobbalallohu minna wa minka.” Maka berkata Watsilah: “Na’am, taqobbalallohu minna wa minka.” Berkata Watsilah, bertemu aku pada Rasulalloh SAW pada hari raya, maka berkata aku: “Taqobbalallohu minna wa minka.” Maka berkata Rasulalloh SAW: “Na’am, taqobbalallohu minna wa minka.” (HR. Baihaqi di dalam Kitabu Al-‘Idiin Juz 3 hal. 219).


Dalam prakteknya, taqobalallohu minna wa minka kita ucapkan kepada lawan bicara kita hanya satu orang laki-laki. Jika kita mengucapkan kepada lawan bicara yang hanya satu orang perempuan, maka lafalnya menjadi taqobalallohu minna wa minki. Sedangkan jika lawan bicara kita jumlahnya lebih dari satu orang (jamak), maka lafalnya menjadi taqobalallohu minna wa minkum. Ketika saudara atau teman kita mengucapkan hal ini, maka kita hendaklah menjawab dengan jawaban ucapan: Na’am, taqobalallohu minna wa minkum/ka/ki, tergantung pada lawan bicara yang mengucapkan tersebut jamak, atau tunggal laki-laki, atau tunggal perempuan.


Ucapan taqobalallohu minna wa minkum/ka/ki tersebut mempunyai arti kurang lebih “semoga Alloh menerima ibadah-ku dan ibadah-mu” yang secara harfiah mempunyai makna mendoakan kepada diri sendiri dan kepada lawan bicara, sebagai ungkapan kesyukuran dan kegembiraan setelah dapat menyelesaikan puasa Ramadan satu bulan penuh. Dengan kata lain, ucapan taqobalallohu minna wa minkum/ka/ki secara tersirat seharusnya mempunyai makna yang jauh lebih dalam dari apa yang secara tradisi telah biasa kita ucapkan dalam menyambut ‘Iedul Fitri, antara lain: “Selamat lebaran, mohon maaf lahir dan batin;” atau “Selamat lebaran, nol-nol ya!” dan ucapan-ucapan yang semacamnya. Apalagi mengucapkan taqobalallohu minna wa minkum/ka/ki merupakan salah satu sunnah Rasulalloh SAW yang seharusnya kita praktekkan. Terutama di zaman yang barangkali semakin sedikit orang yang mau dan mampu menetapi sunnah Rasulalloh dalam kehidupan sehari-hari.


Pertanyaan akhirnya, maukah kita tergolong sebagai umat di akhir zaman yang masih menegakkan As-sunnah di kala kebanyakan orang merasa asing dengannya atau bahkan di kala kebanyakan orang sudah melupakannya? Ayo kita praktekkan sunnah Rasulalloh dengan mengucapkan taqobalallohu minna wa minkum/ka/ki dalam rangka menyambut ‘Iedul Fitri 1 Syawal 1432 H. nanti. Moga-moga Alloh menjadikan kita termasuk golongan yang ibadah puasa Ramadannya diterima oleh Alloh sebagaimana tersirat dalam ucapan tersebut.

Kamis, 25 Agustus 2011

Mati Bukanlah Akhir Kehidupan


Cerdasnya orang yang beriman adalah, dia yang mampu mengolah hidupnya yang sesaat, yang sebentar untuk hidup yang panjang. Hidup bukan untuk hidup, tetapi hidup untuk Yang Maha Hidup. Hidup bukan untuk mati, tapi mati itulah untuk hidup. Kita jangan takut mati, jangan mencari mati, jangan lupakan mati, tapi rindukan mati.

Karena mati adalah pintu berjumpa dengan Allah SWT. Mati bukanlah cerita dalam akhir hidup, tapi mati adalah awal cerita sebenarnya, maka sambutlah kematian dengan penuh ketakwaan. Maka dari itu, kita selalu menjaga sunnah Nabi setiap hari.sunnah-sunnah Nabi SAW itu adalah:

Pertama, tahajjud, karena kemuliaan seorang mukmin terletak pada tahajjudnya.

Kedua, membaca Al-Qur’an sebelum terbit matahari. Alangkah baiknya sebelum mata melihat dunia, sebaiknya mata membaca Al-Qur’an terlebih dahulu dengan penuh pemahaman.

Ketiga, jangan tinggalkan masjid terutama di waktu shubuh. Sebelum melangkah kemana pun langkahkan kaki ke masjid, karena masjid merupakan pusat keberkahan, bukan karena panggilan muadzin tetapi panggilan Allah yang mencari orang beriman untuk memakmurkan masjid Allah.

Keempat, jaga shalat dhuha, karena kunci rezeki terletak pada shalat dhuha.

Kelima, jaga sedekah setiap hari. Allah menyukai orang yang suka bersodakoh, dan malaikat Allah selalu mendoakan kepada orang yang bersodakoh setiap hari.

Keenam, jaga wudhu terus menerus, karena Allah menyayangi hamba yang berwudhu. Kata khalifah Ali bin Abu Thalib, “Orang yang selalu berwudhu senantiasa ia akan merasa selalu shalat walau ia sedang tidak shalat, dan dijaga oleh malaikat dengan dua doa, ampuni dosa dan sayangi dia ya Allah”.

Ketujuh, amalkan istighfar setiap saat. Dengan istighfar masalah yang terjadi karena dosa kita akan dijauhkan oleh Allah.

Dzikir adalah bukti syukur kita kepada Allah. Bila kita kurang bersyukur, maka kita kurang berdzikir pula, oleh karena itu setiap waktu harus selalu ada penghayatan dalam melaksanakan ibadah ritual dan ibadah ajaran Islam lainnya.

sumber :http://wargaldii.com/mati-bukanlah-akhir-cerita-kehidupan.html